Rabu, 18 Februari 2015

Herman Jumaco

Herman Jumaco
PENDAHULUAN
Sekolah tinggi teologi keberadaanya sudah dikenal oleh kalangan Kristen dari dulu. Namun tidak banyak orang yang tertarik untuk masuk sekolah tinggi tersebut. Ada banyak hal atau alasan yang melatar belakangi mengapa mereka kurang begitu tertarik dengan sekolah tersebut. Mulai alasan yang cukup menakutkan bahkan alasan yang menyepelekan. Alasan yang menakutkan adalah orang takut sekolah teologi karena merasa tidak layak untuk menjadi seorang pendeta karena untuk mejadi seorang pendeta harus memiliki kehidupan rohani yang cukup baik. Kemudian alasan yang menyepelekan adalah anggapan bahwa sekolah teologi tidak memiliki masa depan.
Itu sebabnya, beberapa orang yang tertarik untuk sekolah teologi karena didasari oleh berbagai latar belakang alasan. Mulai karena terpanggil untuk menjadi seorang pelayan Tuhan maupun mereka yang ingin mengubah kehidupan moral yang lebih baik lagi bahkan ada beberapa orang yang sekolah teologi karena sudah tidak ada pilihan lain.
Berbicara tentang panggilan, Beni Hutagalung dalam karya ilmiahnya mengatakan bahwa panggilan adalah suatu tugas yang diberikan Allah pada manusia yang mengacu kepada pelayanan. Dipanggil berarti adanya tugas terhadap seseorang yang harus dilaksanakan.[1]
Dan Kamus Latin Indonesia, Drs. K. Prent, C.M. Drs. J. Alisubrata Poerwa Darmita  di dalam bahasa Inggris panggilan disebut “vocation”. Vocation berasal dari kata Latin “vocare” yang artinya “memanggil”.[2] Tuhan memanggil manusia untuk mengambil bagian dalam pelayanan Kristen. Tuhan juga memanggil sebagian dari umat-Nya untuk mengabdikan diri secara khusus sebagai rasul, nabi, penginjil, gembala, guru, dan lain-lain. Jadi bukanlah jawaban yang pas / baik  apabila seorang mahasiswa teologi tidak mengerti apa panggilan atau motivasi untuk masuk sekolah teologi.

HAMBA TUHAN DAN PANGGILANNYA
Panggilan Allah kepada seseorang merupakan karunia atas diri manusia  yang pada akhirnya manusia tersebut menjalankan panggilan tersebut sebagai bukti konkret dari pemahamannya terhadap panggilan yang mengacu pada seluruh kehidupannya.
Dalam Alkitab dituliskan banyak contoh tentang tokoh-tokoh yang dipilih dan dipanggil  untuk melaksanakan tugas dari Tuhan. Tokoh satu dengan yang lain memiliki latar belakang dan tujuan yang berbeda di dalam mengemban misi tersebut. Sebagai contoh panggilan Yeremia berbeda latar belakang dan tujuannya dengan panggilan Musa yang walaupun sama-sama memimpin umat yang sama.
 Ketika Yeremia dipanggil TUHAN untuk menjadi seorang nabi (Yer.1:5). Dia tau ada kesulitan yang akan dialami Yeremia itu sebabnya dia berkata:“Sesungguhnya aku ini tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda” (ayat 6). Ungkapan ini disampaikan Yeremia sebagai upaya untuk menolak panggilan itu. kata-kata ini juga mengingatkan  pada usaha Musa untuk  melarikan diri dari kesulitan menjalankan tugas seorang nabi (Kel. 4 : 10-13). Musa memberikan berbagai alasan kepada TUHAN agar jangan diberi tugas untuk menuntun bangsa Israel. Di sini pun Yeremia berusaha untuk mencari alasan agar ia tidak diberi perutusan untuk menjadi utusan TUHAN bagi bangsa terpilih. Ia menyampaikan alasan bahwa ia tidak pandai berbicara karena masih terlalu muda.
Kalau Tuhan yang sudah memanggil tidak ada satupun yang dapat menolaknya, dengan alasan apapun. Panggilan Yeremia sebagai nabi oleh prakarsa Allah bertujuan untuk melanjutkan karya Allah pada manusia serta menunjukkan bahwa Allah tidak sekalipun meninggalkan manusia di dunia ini. Ini adalah suatu pemahaman, bahwa ketika Tuhan memanggil seseorang untuk menjadi pelayan-Nya tidak ada tawar menawar.
Panggilan identik dengan persoalan/permasalahan. Tuhan memanggil seseorang untuk menyeselesaikan misi tertentu, artinya siapapun yang dipanggil Tuhan untuk menjadi pelayan-Nya pasti untuk menyelesaikan sesuatu masalah. Inilah yang seringkali menghantui mahasiswa teologi, karena mereka beranggapan bahwa panggilan itu mendatangkan beban berat yang harus dipikul dalam hidupnya. 
Seharusnya tidaklah demikian, karena sejak awal Yesus telah mengingatkan bahwa: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat. 16:24). Lukas juga mengisahkan tentang hal ini: "… barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku”. (Luk. 14:27).
Penulis melihat bahwa rahasia kebenaran yang tertulis dalam ayat di atas sangat besar karena berkaitan erat dengan keberhasilan dalam sebuah panggilan. Inilah yang mendorong penulis untuk menulis skripsi ini dengan judul: Panggilan Yeremia Dan  Relevansinya Bagi Mahasiswa Teologi (Suatu Tinjauan Eksegesis Yeremia 1:4-10). Dengan harapan dapat menemukan hal-hal yang menjadi faktor-faktor penyebab keberhasilan dalam meresponi sebuah panggilan Tuhan. Yang akhirnya dapat dijadikan sebagai sumbangsih bagi mahasiswa teologi untuk menjalani panggilannya dan kepada seluruh hamba Tuhan pada umumnya.
Kata “Panggilan” atau “Calling” mungkin sudah banyak didengar dan dipakai dalam dunia sekuler. Karena itu hari ini kita sering mendengar orang berkata: “ini adalah panggilan jiwa, ini adalah panggilan hati, ini adalah panggilan hidup” dan lain sebagainya. Kata-kata itu menyiratkan sebuah makna terkait dengan passion seseorang terhadap apa yang menjadi fokus dalam hidupnya yang lahir dari keterlibatannya dalam suatu bidang atau bagian tertentu. Tetapi bagi pelayan Tuhan, kata panggilan memiliki makna yang jauh lebih dari sekedar passion, karena panggilan bagi pelayan Tuhan adalah berkaitan dengan komitmen diri yang melibatkan seluruh hidup. Panggilan yang dimaksud adalah panggilan yang didasarkan atas sebuah keyakinan bahwa panggilan itu datangnya dari Tuhan, ketika seseorang meresponi panggilan Tuhan, dengan mempersembahkan diri dan seluruh hidup bagi pelayanan pekerjaan Tuhan. Sebagaimana yang dikatakan oleh London “Panggilan hamba Tuhan adalah sebuah pertemuan pribadi seseorang di mana Allah mengundang seseorang untuk melakukan tugas khusus yang tak pernah dipahaminya sepenuhnya.” 1 Seorang yang terpanggil tidak dapat melupakan realita bahwa dia telah dipanggil. Karena itu tiada pengalaman yang lebih mulia bagi seorang pelayan yang terpanggil dalam perjumpaannya dengan Allah. Panggilan kepada pelayanan adalah suatu panggilan yang merupakan sebuah kombinasi antara dimensi adikodrati dan manusiawi, yang membangkitkan gambaran tentang kebakaran hutan dan sambaran kilat, tetapi juga menghasilkan gambaran tentang kehormatan dan pengabdian kepada maksud dan tujuan Allah.2
Lebih lanjut London mengatakan: “Panggilan seringkali dimulai di dalam diri kita di mana Allah mempengaruhi jati diri kita di mana Allah mempengaruhi jati diri dan harga diri, dan itu bergerak keluar kepada kebutuhan dunia atau kepada orang yang menderita di lingkungan kita atau di kota lain. Suatu panggilan condong untuk menjelaskan makna hidup kita dan memberikan kepada kita tujuan hidup”.3
Di dalam panggilan seorang pelayan Tuhan hal penting yang perlu ia ingat selalu ialah: betapa banyak Allah menghendakinya untuk menjadi hamba-Nya, serta betapa dunia dan gereja membutuhkan seseorang seperti dia untuk tugas ini.4 Karena itu dalam mengingat kembali panggilannya hendaklah setiap pelayan Tuhan memahami benar-benar bahwa “panggilan berarti dipakai untuk memberikan dampak pada sebagian dari dunia Allah yaitu bagian yang mulia dan kekal.


[1] Benny Hutagalung S.Th Karya Ilmiah. December 2011 Hlm 1
[2]Kamus Latin Indonesia, Drs. K. Prent, C.M. Drs. J. Alisubrata Poerwa Darmita. Penerbit Yayasan Kalnisius Yogyakarta; 1969.Hlm 936